Thursday, June 25, 2020

Iman : Ucapan Syukur (Mazmur 136:1)


Ucapan syukur terdengar sepele, mudah dan bahkan sangat mudah untuk diucapkan saat hidup kita berada dalam titik terbaik. Bahkan, ada yang sampai bersorak, berlari-lari kegirangan, melompat-lompat dengan nada lantang menyerukan ucapan syukur bahwasanya Tuhan itu baik. Tidak ada yang salah dengan semua ekspresi ini, dan memang seharusnya demikian. Akan tetapi, masih adakah sorakan ucapan syukur saat kita kehilangan pekerjaan, dilukai, terancam bahaya ,dan dilupakan?  Kalaupun masih ada, masih lantang dan berapi-apikah ucapan syukur kita? Perlukah mengucap syukur dan mengatakan Tuhan baik saat kita ada di titik terendah dalam hidup? Terlebih dalam badai pandemik Covid-19 ini? Lantas mengapa ucapan syukur begitu penting dan apa hubungannya dengan iman?.

Setiap kali mengucap syukur, kita tidak sedang berkata-kata untuk diri kita sendiri ataupun manusia lain. Ungkapan “trima kasih Tuhan”, “Tuhan Yesus baik”, “Tuhan Yesus penyembuh”, hanya “Tuhan satu-satunya penolong”, dan ungkapan syukur lainnya adalah bentuk pengagungan kita untuk Tuhan.  Tidak hanya itu, ketika kita mengucap syukur, terlebih dalam titik terendah, kita sebenarnya sedang menyediakan ruang bagi Tuhan di posisi pertama dan yang terutama mengatasi setiap permasalahan dan upaya-upaya mengandalkan kekuatan manusia kita. Hal ini turut menjelaskan apa yang dimaksud “Ibrani 11:1”  Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan Dasar menunjukan hal pertama, dan ucapan syukur adalah tindakan iman yang menjadikan Tuhan di posisi pertama melampaui segala yang ada ataupun terjadi  Selain itu, ucapan syukur juga menunjukan fokus kita, ke pada apa dan siapa mata kita tertuju. Kebenarannya adalah mata yang tertuju pada Tuhan, yang penuh kesempurnaan, mujizat, dan perbuatan dahsyat, hanya akan melahirkan kekaguman dan ucapan syukur bukan keluhan ataupun umpatan. Jika dikaitkan dengan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1)” fokus dan mata yang tertuju kepada Tuhan akan membuahkan rasa percaya penuh, bukan setengah-setengah, yang memampukan kita melihat kesembuhan dalam kesakitan, sukacita di tengah badai dukacita, kelimpahan dalam kekurangan, lewat ucapan syukur. Alkitab mencatat, Tuhan tergerak oleh iman bukan kebutuhan. Dengan kata lain, jika ucapan syukur adalah bentuk iman, maka Tuhan juga tertarik dan tergerak oleh ucapan syukur kita.


Sedikit kisah saya : Pemotongan gaji semasa pandemik bukanlah hal yang mudah. Harus kuliah dengan berbagai kebutuhan dan kemungkinan ketidakcukupan, sulit rasanya untuk bersyukur jika bukan Tuhan yang menguatkan saya. Di sepanjang jalan selepas menerima keputusan, saya memutuskan untuk mengingat kebaikan Tuhan yang akhirnya membuat saya bersyukur bahwa saya masih sehat, bahwa saya masih bekerja dan masih digaji, bahwa Tuhan baik, Tuhan yang mencukupkan, dan setiap harinya saya bersyukur untuk apa yang saya lihat, dengar, dan rasakan. Sakit? Iya karena daging saya menghendaki cacian dan umpatan. Tapi Roh Tuhan menguatkan saya untuk tetap bersyukur hingga akhirnya saya dipercayakan pekerjaan tambahan yang penghasilannya lebih dari separuh gaji yang hilang. Tidak hanya itu, saya juga tercatat sebagai penerima bantuan dari daerah saya. Seperti mimpi. Tapi itulah Tuhan, saat saya bersyukur, Ia sanggup kembalikan lebih dari yang hilang.
Bersyukurlah kepada Tuhan, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!!

Renungan ini ditulis oleh Inggi Wantalangi Moloku (Juara 1 Lomba Menulis Renungan dari Permata UNY)